APPLIED BEHAVIOR
ANALYSIS (ABA)
Applied Bahavior Analysis atau ABA
biasanya diterapkan atau digunakan pada anak dengan prilaku autis. Applied
Bahavior Analysis (ABA) ditemukan oleh seorang psikolog Amerika, Universitas
California Los Angeles, Amerika Serikat, Ivar O. Lovaas (Handojo, 2003:50),
Sekitar tahun 1970. Beliau memulai eksperimen dengan cara mengaplikasikan teori
B.F. Skinner, yaitu Operant Conditioning. Di dalam teori ini disebutkan
bagaimana stimulus-respons (S-R) yang benar diperkuat dan akhirnya mendominasi
hubungan stimulus-respons yang tidak benar. Penguatan tersebut bisa berbentuk
positif maupin negatif. Penguatan positif dapat berbentuk pujian, sedangkan
penguatan negatif dapat berbentuk hukuman.
Secara prinsip, teori
Applied Bahavior Analysis (ABA) memiliki 3 langkah yang harus diperhatikan,
yaitu:
1. Terstruktur, yakni pengajaran menggunakan teknik yang jelas.
2. Terarah, yakni ada kurikulum jelas untuk membantu mengarahkan pendidik
atau terapis.
3. Terukur, yakni keberhasilan dan kegagalan menghasilkan perilaku yang
diharapkan, diukur dengan berbagai cara, tergantung kebutuhan.
Menurut Ing Darta
R Wijaya, dalam makalah Kesimpulan Mengenai ABA (2005:57), Applied Behavior
Analysis (ABA) menggunakan teknik “discrete trials”, yaitu seluruh tugas
(target-target perilaku) dipecah dalam tahap kecil. Belajar “diskret” berarti
memerinci keterampilan ke dalam komponen kecil, mengajarnya sampai terkuasai,
memberi pengulangan, menyediakan prompt (bantuan), menghilangkan ketergantungan
dan pemberian pujian (reinforcerment).
Pada intinya Applied Behavior
Analysis (ABA), memiliki tiga tahapan yaitu stimulus (intruksi), respon
individu (perilaku) dan konsekuensi (akibat perilaku). Intruksi yang diberikan
haruslah dimulai dari hal yang mudah menuju ke yang lebih sulit. Intruksi itu pun
harus terstruktur, terarah dan terukur. Ketika melaksanakan teknik ini, seorang
pendidik atau terapis harus konsisten memberikan stimulus, respon dan
konsekuensi yang diberikan.
No comments:
Post a Comment