Friday, 5 June 2015

PRINSIP PENGAJARAN DALAM PEMBELAJARAN ANAK TUNANETRA

  
Untuk mencapai tujuan pendidikan bagi anak tunanetra dibutuhkan prinsip-prinsip pengajaran bagi anak tuananetra. Prinsip mengajar bagi anak tunanetra akan sangat berbeda dengan anak low vision. Tunanetra mempunyai kebiasaan, bila mengamati suatu benda pasti akan diraba, dicium, dan masuk ke dalam mulut. Diraba untuk mengetahui pa yang sedang dipegang. Dicium untuk mengetahui bagaimanakah bau dari benda yang dipegang. Masuk ke dalam mulut untuk diketahui bagaimanakah rasa dari benda tersebut. Cara itulah yang di pergunakan tunanetra untuk mengetahui secara tepat benda yang sedang berada ditangannya. Cara itulah tunanetra menanamkan suatu konsep. Maka dalam mengajar, seorang guru PENDIDIKAN KHUSUS harus berpegang pada beberapa prinsip pengajaran bagi tunanetra, yaitu diantaranya :

1.  Prinsip Totalitas
Totalitas berarti keseluruhan atau keseutuhan. Guru dalam mengajar suatu konsep haruslah secara keseluruhan atau utuh. Dalam memberikan contoh jangan sepotong-sepotong.

2.  Prinsip Keperagaan
Prinsip peragaan sangat dibutuhkan dalam menjelaskan suatu konsep baru pada siswa. Dengan peraga akan terhindar verbalisme (pengertian yang bersifat kata-kata tanpa dijelaskan artinya). Alasan penggunaan asas ini dalam pengajaran adalah :
1.     Menggunakan indra sebanyak mungkin sehingga siswa mampu mengerti  dan mecerna maksud dari alat peraga.
2.     Pengetahuan akan masuk pada diri melalui proses pengindraan : pengelihatan, pendengaran, perasaan, penciuman,  dan pengecap.
3.     Tingkat pemahaman seseorang akan suatu ilmu ada beberapa tingkatan: tingkat peragaan, tingkat skema dan tingkat abstrak.
Alat peraga sangat dibutuhkan guru yang mengajar anak tunanetra . Alat peraga sangat dibutuhkan dalam kaitannya dengan penanam konsep baru pada anak tunanetra . Tanpa alat peraga anak tunanetra akan sulit menerima suatu konsep.

3.  Prinsip Berkeseimbangan
Prinsip berkeseimbangan atau berkelanjutan sangat dibutuhkan anak tunanetra. Mata pelajaran yang satu harus berkesinambungan dengan pelajaran yang lain. Kesinambungan baik dalam materi maupun istilah yang dipergunakan guru. Jika tidak terjadi kesinambungan maka anak tunanetra akan bingung. Kebingungan ini terjadi karena konsep yang diterima dari guru yang satu dengan yang lain berbeda. Mereka beranggapan guru tempat informasi yang selalu benar. Maka disini guru disarankan agar selalu menghubungkan materi pelajaran yang telah dipelajari dengan yang akan dipelajari. Dan istilah yang dipergunakan hendaknya tidak terlalu bervariasi antara guru yang satu dengan yang lain.

4.   Prinsip Aktivitas
Prinsip aktivitas penting artinya dalam kegiatan belajar mengajar. Peserta didik dapat memberikan respon terhadap stimulus yang diberikan. Reaksi ini dilaksanakan dalam bentuk mengamati sendiri dengan bekerja sendiri. Tugas guru PENDIDIKAN KHUSUS membantu anak dalam perkembangannya. Dengan demikian anak dapat membantu dirinya sendiri.
Prinsip aktivitas sangat dibutuhkan dalam kegiatan belajar mengajar bagi  anak tunanetra. Dalam suatu kegiatan belajar mengajar,tunanetra diharapkan ikut aktif, tidak saja sebagai pendengar. Tanpa aktivitas, konsep yang diterima anak akan sedikit. Akibatnya, pengalaman belajar sedikit dan mereka merasa jenuh. Situasi demikian membuat mereka mengantuk. Sebaliknya bila mereka aktif  dalam kegiatan belajar mengajar, maka pengalaman belajar mereka banyak. Akibatnya konsep yang mereka terima akan menerima lebih lama. Situasi demikian membuat mereka mendapat kepuasan dalam belajar, sehingga akan menggali rasa ingin tahu yang tinggi.

5.   Prinsip Individual

Prinsip individual dalam pelajaran berarti suatu pengajaran dengan memperhatikan perbedaan individual anak: keadaan anak, bakat dan kemampuan masing-masing anak. Faktor yang menyebabkan perbedaan ini adalah: keadaan rumah, lingkungan rumah, pendidikan, kesehatan anak, makanan, usia, keadaan sosial ekonomi orang tua, dll. Dengan adanya perbedaan yang bermacam-macam dapat dipahami bahwa bahan pelajaran yang sama, kecepatan yang sama, cara mengerjakan yang sama, cara penilaian yang sama, tidak akan memberikan hasil yang sama.


ALAT BANTU NON OPTIK UNTUK ANAK LOW VISION DAN CARA PENGGUNAANNYA

Tersedianya banyak alat bantu low vision memberi para praktisi dalam bidang low vision berbagai opsi untuk membantu anak-anak yang menyandang ketunanetraan. Seyogyanya tidak akan dijumpai suatu kondisi di mana anak low vision tidak dapat dibantu dengan suatu bentuk alat bantu low vision yang sesuai dengan kebutuhan pendidikannya.

Sebuah tim pembina penglihatan, yang keanggotaannya mencakup seorang optometris, guru spesialis tunanetra, petugas rehabilitasi dan orang tua anak, perlu mengadakan pertemuan konsultasi bersama anak untuk menentukan bentuk alat bantu low vision yang paling sesuai dengan kebutuhan individu anak itu. Pentingnya asesmen oleh seorang optometris yang berkualifikasi tidak dapat terlalu ditekankan, karena kaca mata dengan resep yang tepat hanya merupakan langkah awal dari penanganan low vision.

Optometris, yang memiliki pengetahuan luas tentang proses penyakit tertentu yang mengakibatkan ketunanetraan itu, dapat melakukan pemeriksaan refraksi dan melakukan asesmen serta memberi advis sehubungan dengan masalah low vision yang dihadapi anak. Bagi banyak anak, sebuah alat bantu low vision dapat merupakan alat yang serba guna. Akan tetapi, bagi kasus-kasus tertentu, alat-alat ini mungkin terbatas atau spesifik kegunaannya, dan tidak ada pendekatan yang standar ataupun cara pemecahan yang seragam, karena setiap anak memiliki kebutuhan visual yang berbeda.
Perbedaan dalam proses pembelajaran anak low vision dengan yang awas adalah penggunaan alat bantu penglihatan. Alat bantu penglihatan adalah alat yang membantu penglihatan anak low vision untuk melihat objek lebih jelas, lebih besar, kontras dan sebagainya.

Alat bantu tersebut bisa berupa alat bantu optik dan non optik. Optik banyak berhubungan dengan lensa dan kaca pembesar, sedangkan non optik banyak berhubungan dengan sarana lain diluar optik.
Adapun macam-macam alat bantu non optic untuk penderita low vision, yaitu :
a. Kertas bergaris tebal
Penggunaan kertas bergaris tebal ini adalah untuk menunjukkan baris yang tepat untuk menulis. Agar tulisan berada tepat di dalam baris dan tidak keluar garis.
b. Spidol hitam
Ketika kita menulis menggunakan pulpen biasa, tulisan akan terlihat tipis dan mungkin tidak oleh penderita low vision. Penggunaan spidol hitam bertujuan agar tulisan menjadi lebih tebal dan mudah dilihat kekontrasannya ketika dituliskan di kertas berwarna putih.
c. Pensil hitam tebal / pensil 3b
Meskipun memakai pensil, tulisan akan menjadi tebal karena memakai pensil ini.
d. Buku-buku dengan huruf yang diperbesar / large print
Huruf dicetak dengan ukuran yang lebih besar, biasanya diatas 14. Ini bertujuan agar tulisan menjadi lebih jelas dan dengan mudah dibaca.
e. Bingkai untuk menulis
Pemakaian bingkai bertujuan agar penulis mengetahui batas kertas ketika mereka menulis.
f. Reading stand / penyangga buku
Pemakaian reading stand bertujuan agar buku berada tetap di tempatnya. Pemakaian alat ini juga bertujuan adar buku tepat berada di depan orang yang ingin membaca buku tersebut.
g. Lampu meja
Penggunaan lampu meja bertujuan agar intensitas cahaya yang kita gunakan ketika membaca dapat diatur.
h. Typoscope reading guide
Dengan menggunakan typoskop kita dapat mengarahkan kepada huruf yang ingin dibaca.
i. Kode warna-warna terang dan kontras
Kode warna digunakan pada tempat-tempat seperti anak tangga untuk memudahkan penderita low vision ketika melangkah, tulisan pada kemasan agar terlihat lebih jelas.
j. Topi
Pemakaian topi ini bertujuan agar cahaya matahari yang masuk tidak berlebihan dan membuat penderita low vision menjadi silau.

Alat bantu non optik (non optic devices) yang dapat digunakan oleh siswa low vision dalam kegiatan membaca antara lain :
- Typoscop untuk mengarahkan huruf
- Reading stand untuk penyangga buku
- Adjustable reading lamp yaitu lampu belajar yang dapat diatur intensitas cahanya
- Large print berupa buku yang menggunakan tulisan huruf awas besar-besar dengan menggunakan ukuran huruf di atas 14 point.
Berikut ini adalah aktivitas sehari-hari yang sangat terganggu karena low vision namun akan dibantu oleh alat non optik Aktivitas Alat Bantu Non Optik Berbelanja Cahaya, petunjuk warna Menyusun makanan kecil Petunjuk warna, penyimpanan konstan Makan di luar Senter, lampu meja Membedakan uang Susun dalam kompartemen-kompartemen Membaca Cahaya, tulisan berkontras tinggi, tulisan berukuran besar Menelepon Huruf telepon berukuran besar, catatan dengan tulisan tangan Menyebrang Tongkat, menanyakan arah Membaca label obat Kode warna, huruf berukuran besar Membaca huruf di kompor Kode warna Menyesuaikan termostat Model dengan huruf berukuran besar Menggunakan komputer Warna kontras, program dengan huruf berukuran besar Membaca tanda Bergerak lebih dekat Menonton pertandingan olahraga Duduk di barisan depan


Kesimpulan


Anak-anak penyandang low vision seyogyanya didorong untuk menggunakannya baik di rumah, di sekolah maupun di tempat bermain. Anak sering menolak alat-alat bantu low vision pada asesmen pertamanya, tetapi tim pembina penglihatan anak seyogyanya tidak menyerah melainkan mendorong anak pada setiap asesmen untuk mau bereksperimen dengan berbagai alat yang tingkat magnifikasinya cocok. Dorongan dan latihan yang tepat dalam penggunaan alat-alat ini dapat membuat anak sedikit demi sedikit mau menerimanya. Latihan dalam penggunaan alat-alat bantu low vision non-optik harus diberikan kepada anak agar mereka mampu menggunakannya semaksimal mungkin. Asesmen yang rutin dan tindak lanjutnya sebaiknya dilakukan setiap enam bulan, atau dapat juga lebih cepat jika anak, guru atau orang tua menghendakinya.