Istilah tunarungu diambil
dari 2 suku kata yaitu kata “tuna” dan “rungu”, tuna artinya kurang dan rungu artinya
pendengaran. Orang dikatakan tunarungu apabila ia tidak mampu mendengar atau
kurang mampu mendengar suara yang pada umumnya ada pada ciri fisik orang
tunarungu.
Tunarungu adalah
seseorang yang mengalami kekurangan atau kehilangan kemampuan mendengar baik
sebagian atau seluruhnya yang diakibatkan karena tidak berfungsinya sebagian
atau seluruh alat pendengaran, sehingga ia tidak dapat menggunakan alat
pendengaranya dalam kehidupan sehari-hari yang membawa dampak terhadap
kehidupannya secara kompleks.
Menurut Donald F. Morees
(1978:3) dalam Murni Winarsih (2007) : Hearing impairment a
generic term indicating a hearing disability that may range in severty from
mild to profound it concludes hearing disability preclude succesfull processing
of linguistic information through audition, with or without a hearing aid. A
hard of hearing is one who generally with use of hearing aid, hs residual
hearing sufficient to enable succesfull processing og linguistic information
through audition.
Andreas Dwidjosumarto
(1990) : Seseorang yang tidak atau kurang mampu mendengar suara dikatakan
tunarungu. Ketunarunguan dibedakan menjadi dua kategori, yaitu tuli (deaf) dan
kurang dengar (hard of hearing). Tuli adalah mereka yang indera pendengarannya
mengalami kerusakandalam taraf berat sehingga pendengarannya tidak berfungsi
lagi. Sedangkan kurang dengar adalah mereka yang indera pendengarannya
mengalami kerusakan, tetapi masih dapat berfungsi untuk mendengar, baik dengan
maupun tanpa menggunakan alat bantu dengar (hearing aids)
Mufti Salim (1984)
: Anak tunarungu ialah anak yang mengalami kekurangan atau kehilangan
kemampuan mendengar yang disebabkan oleh kerusakan atau tidak berfungsinya
sebagian atau seluruh alat pendengaran sehingga ia mengalami hambatan dalam
perkembangan bahasanya. Ia memerlukan bimbingan dan pendidikan khusus untuk
mencapai kehidupan lahir batin yang layak.
Murni Winarsih (2007)
: Tunarungu adalah seorang yang mengalami kekurangan atau kehilangan
kemampuan mendengar baik sebagian atau seluruhnya yang diakibatkan oleh tidak
fungsinya sebagian atau seluruh alat pendengaran sehingga anak tersebut tidak
dapat menggunakan alat pendengarannya dalam kehidupan sehari-hari.
Dari beberapa definisi tersebut yang saya kutip dari buku Dra. H. T. Sutjihati Somantri, PsyCh. (1996).
Psikologi Anak Luar Biasa. dapat disimpulkan bahwa tunrungu adalah
suatu istilah umum yang menunjukan kesulitan mendengar atau tuli yang memiliki
kehilangan pendengaran.
CIRI-CIRI TUNARUNGU
Segi fisik:
1) Cara berjalannya kaku dan anak membungkuk.
Hal ini disebabkan terutama terhadap alat pendengaran.
2) Gerakan matanya cepat agak beringas.
2) Gerakan matanya cepat agak beringas.
Hal ini menunjukkan bahwa ia ingin menangkap keadaan yang ada di sekelilingnya.
3) Gerakan kaki dan tangannya sangat cepat atau kidal.
3) Gerakan kaki dan tangannya sangat cepat atau kidal.
Hal tersebut tampak dalam mengadakan komunikasi dengan gerak
isyarat.
4) Pernafasannya pendek dan agak terganggu.
4) Pernafasannya pendek dan agak terganggu.
Intelegensi
Intelegensi merupakan faktor yang sangat penting dalam belajar, meskipun disamping itu ada faktor – faktor lain yang dapat diabaikan. begitu saja seperti kondisi kesulitan, faktor lingkungan intelegensi merupakan motor dari perkembangan siswa.
Sosial
1) Perasaan rendah diri dan merasa diasingkan oleh keluarga atau masyarakat.
2) Perasaan cemburu dan salah sangka diperlakukan tidak adil
3) Kurang menguasai irama gaya bahasa.
Emosi
Kekurangan bahasa lisan dan tulisan seringkali menyebabkan
siswa tuna rungu akan menafsirkan sesuatu negative atau salah dalam halpengertiannya. Hal ini disebabkan karena tekanan pada emosinya
.
KLASIFIKASI
TUNARUNGU
· 0 db
: Menunjukan pendengaran yang optimal
· 0 –
26 db : Menunjukan seseorang masih mempunyai pendengaran yang
optimal
· 27 –
40 db : Mempunyai
kesulitan mendengar bunyi – bunyi yang jauh, membutuhkan tempat duduk yang
strategis letaknya dan memerlukan terapi bicara . ( tergolong tunarungu ringan )
· 41 –
55 db :Mengerti
bahasa percakapan, tidak dapat mengikuti diskusi kelas, membutuhkan alat bantu
dengar dan terapi bicara ( tergolong tunarungu sedang )
· 56 –
70 db : Hanya
bisa mendengar suara dari jarak yang dekat, masih punya sisa pendengaran untuk belajar bahasa dan bicara dengan menggunakan alat Bantu dengar serta dengan
cara yang khusus. (tergolong tunarungu berat )
· 71 –
90 db : Hanya
bisa mendengar bunyi yang sangat dekat, kadang – kadang dianggap tuli, membutuhkan pendidikan khusus yang intensif, membutuhkan alat Bantu dengar dan latihan bicara secara khusus. ( tergolong tunarungu berat )
· 91 db
: Mungkin
sadar akan adanya bunyi atau suara dan getaran, banyak bergantung pada penglihatan dari pada pendengaran untuki proses menerima informasi dan yang
bersangkutan diangap tuli ( tergolong tunarungu berat sekali )
KOMUNIKASI UNTUK TUNARUNGU
Kebanyakan seseorang penyandang tunarungu lebih nyaman berkomunikasi dengan menggunakan
bahasa isyarat dikarenakan keterbatasan yang mereka miliki, mereka merasa
lebih dihargai. Sebagai orang yang dapat mendengar, alangkah baiknya jika kita
menghargai orang yang berkebukutuhan khusus dengan ikut menggunakan bahasa isyarat dalam
berkomunikasi dengan orang penyandang tunarungu. Dasar dari penggunaan bahasa isyarat ada tiga,
yaitu expresi, oral dan gerak tangan
Dengan bahasa isyarat kita membantu orang penyandang
tunarungu dalam berkomunikasi. Karena pada dasarnya orang penyandang tunarungu
masih mengalami sisi kesulitan dalam merangkat kata atau peletakan kata baik
dalam pengucapan, maupun dalam penulisan.
Kemapuan komunikasi yang dimiliki tunarungu terbatas dalam
menyampaikan pemikiran, perasaan, gagasan, kebutuhan, dan kehendaknya pada
orang lain seperti perkataan. Pada remaja tunarungu menggunaan komunikasi
khusus yaitu menggunakan isyarat, gerak bibir, ejaan jari, mimik atau gesture,
serta pemampaan sisa pendengaran dengan menggunakan alat bantu atau hearing
aid.
Untuk komunikasi anak tunarungu tidak berbeda dengan anak
yang bisa mendengar, yaitu bentuk komunikasi expresif dan reseftif. Komunikasi
expresif meliputi berbicara, berisyarat, berejaan jari, menulis dan mimik.
Sedangkan komunikasi reseftif meliputi membaca ujaran, membaca isyarat, membaca
ejaan jari, membaca mimik, serta pemanfaatan sisa pendengaran dengan alat
bantu. Komunikasi tersebut digunakan dengan menggunakan kode, yaitu cara verbal
dan non verbal.